
Ibu Risnawati seorang yang giat bekerja dan otaknya tak pernah mau diam untuk memikirkan sesuatu yang bermanfaat. Selama ini bu Risna (nama panggilan bu Risnawati) rutin mengikuti kegiatan keagamaan yang dia anggap bermanfaat untuk ketenangan hidupnya dan sekaligus menambah pengetahuan agamanya. Awalnya bu Risna bersama suaminya tinggal di daerah perkebunan karena suaminya salah seorang karyawan di salah satu perkebunan milik pemerintah. Mulai dari tinggal di perkebunan bu Risna juga tidak pernah diam tanpa ada yang dikerjakannya untuk membantu pertahanan ekonomi keluarganya, karena ia tau bahwa gaji suaminya sebagai krani di perkebunan juga tidak banyak dan dirasakan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya sebanyak 5 orang. Bu Risna sadar bahwa tidak ada orang lain yang akan membantunya kalau ia mengalami kesulitan keuangan. Karena itulah berbagai kegiatan dilakukannya demi ikut menyanggah perekonomian keluarga mereka. Mulai dari mencoba bekerja di salah satu asuransi, kemudian berhenti karena sesuatu hal. Kemudian mulai berjualan pakaian untuk masyarakat di daerah perkebunan itu dengan harapan mendapat sedikit-sedikit keuntungan. Sampai pernah juga membuat kue-kue untuk dititipkan ke penjual kue dengan cara bagi hasil keuntungan. Tidak hanya itu, Bu Risna juga sempat menjual manisan buah-buahan di rumahnya sebagai jajanan masyarakat di daerah tersebut. Tak habis-habisnya bu Risna mengusahakan segala hal yang bermanfaat untuk membantu perekonomian keluarga. Apalagi anak-anaknya sudah semakin tumbuh besar, itu artinya kebutuhan akan biaya pendidikan juga semakin besar. Segala macam ia usahakan, karena buatnya hidup itu memang tempatnya berletih-letih dan berjuang, untuk enak-enaknya nanti kalau sudah meninggal dan berada di akhirat tinggal menuai apa yang sudah di usahakan di dunia ini. Walaupun demikian bukan berarti bu Risna tidak menikmati indahnya kehidupan dunia ini, hanya saja buatnya letih dan pahitnya hidup adalah sebuah cobaan yang akan lebih membuatnya bersyukur dan mendekatkan diri kepada Tuhannya Allah SWT.
Selama berada di Perkebunan itu bu Risna telah menguliahkan 2 orang anaknya di Kota Medan yang setiap bulannya harus mengeluarkan biaya untuk kehidupan anak-anaknya selama kuliah di Kota Medan. Tak terpancar wajah yang sangat kesulitan dari bu Risna dengan kondisi tersebut. Barangkali ini untuk menunjukkan kepada anak-anaknya yang sedang sekolah bahwa kalian masih bisa terus sekolah, dan keluarga kita baik-baik saja, walaupun terkadang ia tidak memberikan uang yang lebih kepada anak-anaknya, tetapi pas-pasan. Bu Risna hanya berpesan untuk mempergunakan uang sebaik mungkin dan membeli sesuatu yang benar-benar memang dibutuhkan. Strategi yang digunakan Bu Risna dalam mengelola keuangan cukup diacungkan jempol. Ia mampu menjaga kehormatan keluarganya dengan tidak menampilkan diri sebagai orang yang kekurangan, bahkan masyarakat sekitar beranggapan bahwa Bu Risna adalah orang yang mampu, sampai-sampai beberapa orang sekitar sempat meminjam uang kepadanya. Padahal bu Risna sendiri sebenarnya sulit, apalagi untuk meminjamkan uang kepada orang lain.
Tahun demi Tahun berjalan, anak-anak semakin besar dan bertambah lagi anak yang sudah memasuki masa kuliah. Bu Risna tidak ingin ada anaknya tidak melanjutkan sekolah sampai ke Perguruan Tinggi. Ia tetap mengatakan kepada anaknya, kau harus kuliah nak...selama kita sama-sama sadar dan memang mau sekolah, insyaAllah mamak akan usahakan biayanya. Kalimat yang cukup membakar semangat, sekaligus menyatakan bahwa kesulitan demi kesulitan akan segera menjadi sahabat.
Tinggal satu tahun lagi suami bu Risna akan pensiun dan mereka akan segera pindah dari perkebunan itu. Mereka berencana akan pindah ke kampung suami bu Risna karena di sana ada tanah warisan mertua bu Risna sekaligus beberapa tanaman yang bisa diusahakan sebagai pertahanan hidup. Persiapan demi persiapan ke arah itu terus diusahakan termasuk mempersiapkan rumah masa depan di kampung yang penduduknya belum terlalu banyak. Singkat cerita akhirnya suami bu Risnapun pensiun dan mereka tinggal di kampung yang sudah mereka persiapkan. Karena suami bu Risna memang lahir dan besar di kampung itu maka tak perlu terlalu beradaptasi lagi dengan warga di kampung itu karena sudah saling kenal sebelumnya.
Suasana di kampung itu terasa tidak terlalu dinamis, dalam arti masyarakatnya tidak terlalu banyak memiliki mata pencaharian yang bisa menambah penghasilan mereka. Mereka hanya berpengahasilan dari sedikit kebun yang mereka miliki. Sebahagian warga yang tidak memiliki lahan bekerja kepada orang yang memiliki kebun untuk menjadi buruh kebunnya. Misalnya saja menjadi pemanen buah sawit, atau membersihkan ladang-ladang warga atau lain-lain yang penting bisa menghasilkan uang. Bu Risna dan suaminya kebetulan juga memiliki kebun yang merupakan warisan dari mertuanya. Karena itulah bu Risna dan suaminya mendapatkan penghasilan dari kebun yang mereka miliki berupa kebun sawit yang tidak terlalu besar. Hari demi hari kehidupan dijalani dengan mengurus kebun sawit yang mereka miliki untuk menyanggah perekonomian keluarganya. Sukurnya 4 anak bu Risna sudah tamat kuliah dan tidak menjadi tanggungan mereka lagi karena sudah mampu berdikari. Tinggal satu lagi anaknya masih harus terus ditanggung biaya pendidikannya.
Beberapa tahun berjalan, bu Risna sudah aktif menjalani kegiatan sosial seperti pengajian-pengajian di masyarakat. Kebetulan bu Risna juga anggota organisasi Aisyiyah dan akhirnya dipercaya juga menjadi ketua Aisyiyah Kabupaten Simalungun. Amanah itu membuat bu Risna semakin aktif berkegiatan sosial di luar rumah sebagai bagian dari mengisi waktunya yang bermanfaat. Sampai akhirnya melalui menantu bu Risna yang membawa seorang pembatik ke kampung itu, akhirnya bu Risna berkenalan dengan seorang pembuat batik dari Medan yang ingin mengajarkan bagaimana pembuatan kain batik di kampung tempat bu Risna tinggal. Dari situ bu Risna mulai serius mempelajari bagaimana membuat batik karena kelak ia akan mengembangkan usaha batik di kampung nya. Setelah dipelajari dan belajar menghitung berapa modal yang digunakan untuk membuat selembar kain batik, akhirnya bu Risna bertekad hati untuk memulai usaha batik dengan motif Batak Simalungun. Jadi kalau selama ini batik diidentikkan dengan Jawa, kini bu Risna hadir dengan batik Simalungun. Perlahan sambil terus menekuni nya bu Risna mulai mendapatkan pengakuan dari pemda setempat dengan dikunjunginya tempat membuat batik bu Risna yang sederhana itu. Bu Risna tetap berharap ada suntikan modal dari pihak pemda atau pemerhati UKM agar usaha batik Simalungun itu bisa tetap hidup.

Pesanan demi pesanan mulai datang pada bu Risna. Begitulah namanya usia, bu Risna memang tidak muda lagi, usianya membuat tenaganya tidak mampu mengerjakan pesanan batik dari masyarakat jika jumlahnya agak banyak. Mulailah bu Risna memberdayakan masyarakat setempat dan mengajari beberapa orang untuk bekerja kepadanya. Ada yang diajari mengecap, mencolek atau melorot. Walaupun untuk membuat batik tulis juga sudah bu Risna kuasai, hanya saja waktu dan tenaganya jauh lebih banyak. Dengan gaji yang sudah disepakati bersama maka mulailah beberapa orang anggota masyarakat bekerja membantu bu Risna membuat batik.

Usaha ini berjalan terus sampai sampai namanya di kenal di beberapa kalangan pejabat kabupaten. Satu waktu pejabat kabupaten datang ke sopou batik untuk melihat usaha bu Risna dengan harapan mampu menjadi salah satu UKM yang dapat dibesarkan di daerah Simalungun. Begitu juga setelah pergantian bupati, istri bupati yang baru juga telah datang ke sopou batik untuk melihat usaha batik Simalungun ini. Beberapa pesanan dari Kabupaten juga telah dibuat oleh bu Risna. Tapi karena memang karena modal yang minim dan peralatan yang kurang mumpuni akhirnya ada beberapa batik yang kurang sempurna pembuatannya, artinya ada kesalahan pembuatan yang membuat pihak kabupaten sedikit kurang puas, tetapi mereka hanya memberikan motivasi agar lebih berhati hati dalam proses pembuatan batik tersebut. Bagi saya yang terpenting bukan hanya motivasi, tetapi berikanlah modal kepada bu Risna agar dapat bekerja lebih profesional lagi.

Kini usia bu Risna sudah semakin menua, tenaga dan fikiran nya juga sudah melemah. Batik pun sudah mulai tidak ia perhatikan dan ia berharap hendaknya adalah seorang anaknya yang mau meneruskan usaha batik tersebut. Tapi sampai saat ini semua anaknya belum begitu tertarik untuk melanjutkan usaha tersebut. Bu Risna sudah mulai sakit sakitan.. Beberapa kali ia harus menginap di rumah sakit karena jantungnya yang mulai lemah, kakinya yang kadang membengkak dan terkadang ambeyyen juga muncul. Kondisi yang demikian menyebabkan bu Risna harus nonton aktif dalam memproduksi batiknya. Kehidupan bu Risna saat ini lebih fokus pada bagaimana mempertahankan kesehatannya dari hari ke hari. Anak anaknya juga menyetujui kalau bu Risna tidak usah lagi memikirkan batik melainkan fokus pada kesehatannya saja. Begitu juga dengan kegiatannya menjadi penceramah juga harus stop, juga dengan alasan kesehatan. Betapa bu Risna saat ini harus menjalani kehidupannya dengan dunia yang berbeda. Tak lagi membatik dan memberikan pengajian kepada masyarakat. Mungkin saatnya bu Risna harus lebih fokus pada kesehatannya saja. Kerentanan akan penyakit membuat bu Risna harus membuat berbagai cara agar hatinya bisa terhibur, misalnya berkumpul dengan anak anaknya, berbincang-bincang atau yang lainnya yang membuat hatinya terhibur. Saat seperti itulah yang membuat bu Risna merasa semakin sehat. Tapi apalah daya, jarak bu Risna dengan anak anaknya cukup jauh, sementara bu Risna tidak ingin menetap tinggal di rumah anaknya karena masih ada suaminya yang juga sudah tidak muda lagi yang harus terus didampinginya. Sepertinya bu Risna mengalami sebuah gejala tidak bisa kesunyian, ingin selalu ramai dan bercengkrama. Sebuah proses kehidupan yang mungkin akan kita semua jalani nantinya.
Sebuah perjuangan berat yang dijalani bu Risna mudah-mudahan menjadi sebuah amal yang besar di sisi Allah SWT. Proses panjang dengan segala dinamikanya (kesedihan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kegalauan, kebahagian atau kesakitan), semua sudah beliau rasakan. Hanya Allah SWT sajalah yang terus memberikan kekuatan buat bu Risna sampai saat ini masih tetap berdiri dengan kelemahan fisiknya. Aku, penulis blog ini secara objektif mengatakan bahwa bu Risna adalah sosok seorang ibu dan istri yang hebat, yang kuat yang konsisten pada jalan kebenaran, dan mampu mengarungi kehidupannya dengan baik. Aku sendiri tak tau apakah mampu menjadi seseorang sepertinya. Sehat selalu bu Risna ibuku.... Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan padamu, kemurahan rezeki dan memiliki anak-anak yang mampu memberikan do'a terbaik buatmu kelak.
Semoga tulisan ini bermanfaat buat kita untuk menjadi manusia yang baik di tengah-tengah masyarakat dan di hadapan Allah SWT. Amiin