Jika kita berbicara kuliner Simalungun, tentu yang paling sering disebut orang pertama kali adalah Dayok ni ura. Penyebutan nama makanan tersebut memang memiliki perbedaan di dua tempat daerah Simalungun. Di bagian Simalungun atas (Daerah Raya dan sekelilingnya) mereka menyebutnya dengan Dayok Nabinatur, sedangkan di daerah Simalungun bawah (Pematang Bandar dan sekelilingnya) mereka menyebutnya dengan Dayok ni ura. Di sini saya akan menggunakan istilah Dayok na iura, karena kampung orang tua saya berada di Simalungun bawah yaitu daerah Pematang Bandar.
Mengapa orang Simalungun membuat Dayok ni ura? Biasanya masakan ini dibuat untuk moment-moment tertentu, misalnya ketika mengungkapkan rasa syukur karena anaknya telah lulus dalam suatu tes tes tertentu, baik untuk pekerjaan atau sekolah, bisa juga misalnya ketika seseorang terlepas dari suatu bahaya, atau lain-lain yang mengungkapkan kesyukuran. Kalau pada etnis Melayu mereka mengungkapkannya dengan masak pulut kuning atau nasi kuning, kira-kira seperti itu, walaupun kesyukuran pertama tetap kepada Allah SWT.
Pada prinsipnya kedua penyebutan itu memiliki makna yang sama, hanya saja dalam proses pembuatannya ada beberapa bahan yang membedakannya. Sedangkan yang menjadi ciri khas dari makanan tersebut adalah Holat. Apa Holat itu? Sejenis zat yang memiliki rasa kelat yang dicampurkan pada bumbu masakan tersebut. Holat ini biasanya diambil dari kulit pohon Landoyung. Sebuah pohon yang biasanya tumbuh di ladang-ladang masyarakat. Kulitnya diambil dengan mengupasnya dari pohonnya menggunakan parang dengan jumlah secukupnya.
Saya sempat melakukan wawancara dengan ahli Dayok ni ura yang bernama Pak Te'e...begitu orang di sana memanggilnya.
Beliau mengatakan bahwa Ayam (Dayok) yang akan dimasak diusahakan tidak terlalu tua, karena dagingnya akan keras ketika akan dimakan. Kemudian setelah dipotong dan dibersihkan bulu-bulu dan bagian dalamnya, ayam kemudian dipanggang. Ini juga sesuatu yang khas, ayamnya harus dipanggang, bukan digoreng atau yang lainnya.


Sementara proses membersihkan dan pemanggangan ayam, bumbu-bumbu masakan juga disiapkan, seperti santan kental dari kelapa, bawang merah dan putih yang digiling dengan tangan, batang lengkuas yang dikeruk, kemudian hasil ketukannya diperas untuk mengambil airnya yang akan dicampurkan ke bumbu masakan, cabe merah giling, kemiri yang dibakar untuk diambil dalamnya dan kemudian digiling sebagai salah satu bahan bumbu masakan. Kemudian bawang merah yang disiapkan tadi juga harus dipanggang terlebih dahulu dan kemudian digiling juga dengan tangan sebagai bagian dari bumbu masakan. Masuk pada bagian yang paling khas yaitu rasa kelat yang harus dicampurkan dengan bumbu masakan.
Kulit Landoyung yang telah diambil tadi kemudian di keruk dan hasil ketukannya lalu diperas dan dicampurkan dengan bumbu masakan yang sudah selesai. Untuk pengelatnya ini dicampurkan terakhir kali setelah semua bumbu dicampurkan ke dalam santan kental yang sudah disiapkan, kemudian dimasukkan semua bumbu-bumbu tadi di dalam santan kental. Sebagai masukan, dikarenakan pohon Landoyung saat ini sudah sangat langka didapati, maka sebagai bahan pengelatnya juga dapat diganti dengan buah Sawo mentah sebanyak yang dibutuhkan, tapi tidak juga terlalu banyak karena akan terlalu kelat. Buah sawo itu kemudian diparut dan diperas untuk mendapatkan airnya dan dicampurkan ke dalam bumbu yang sudah dilarutkan ke dalam santan kental tadi.
Selain untuk pengelat, air Landoyung atau sawo tadi juga berguna untuk mengentalkan santan yang sudah dimasukkan berbagai bumbu tadi, jadi air santan itu tidak lagi cair, tetapi kental dan sudah dapat dikonsumsi.
Semua bumbu yang sudah siap tadi tidak perlu diterangkan di atas api atau dimasak, cukup santan kelapa yang sudah dicampur berbagai bumbu tadilah yang dikonsumsi sebagai kuah ayam yang sudah selesai dipanggang tadi.
Ayam yang sudah selesai dipanggang tadi kemudian dipotong-potong sesuai kebutuhannya, biasanya memotongnya sesuai dengan sendi-sendi tubuh ayam tersebut, jika terlalu besar dapat dipotong dua. Setelah selesai dipotong-potong, maka ayam tersebut disusun di atas piring yang agak lebar yang dialasi dengan daun pisang yang sudah digunting bulat melebihi sedikit besar piring tempatnya tadi. Kemudian diletakkan ayam yang sudah selesai tadi sesuai dengan susunan ayam yang semestinya ketika ia masih hidup. Susunannya adalah, letakkan bagian kepala di atas piring, kemudian bagian badannya dan di sampingnya kedua sayapnya, lalu bagian kedua pahanya diletakkan bersambung dengan meletakkan bagian cekernya. Setelah itu dibagikan tengah diletakkan potongan bagian ekornya. Selesailah sudah menyusun ayam yang sudah dipanggang tadi di atas piring sebagaimana susunan ayam yang masih hidup. Pengaturan letak ayam inilah yang oleh orang Simalungun atas dinamakan dengan dayok nabinatur (ayam yang disusun).


Setelah selesai disusun lalu disiramkan lah bumbu tadi ke seluruh bagian tubuh ayam yang sudah disusun tadi sebagai kuah dari masakan itu. Banyaknya bisa diperkirakan sendiri secukupnya untuk kuah ayam tersebut.
Kemudian sebagai penutupnya biasanya daun pisang yang sudah digunting berbentuk bulat ditutupkan di atasnya, dan masakan pun siap dipersembahkan.
Dalam prosesi memberikan hidangan itu dengan cara menyulangkannya kepada yang mempunyai hajat. Sedangkan yang menyulangnya adalah orang-orang yang mau memberikan restu do'a kepadanya, biasanya pertama adalah kedua orangtuanya, kemudian opung atau neneknya, bou atau tulangnya, pihak-pihak lain yang dianggap penting, misalnya paribannya...hehe. Tidak ada aturan yang baku secara adat untuk hal tersebut.
Sambil menyulangkan makanan itu diucapkan lah kata-kata yang baik semacam do'a dan dukungan kepada yang memiliki hajat tadi.
Maka selesailah acara tersebut.
Setelah selesai, maka tamu atau orang yang hadir dalam acara tersebut dipersilahkan untuk menyantap Dayok ni ura yang lain yang sudah disiapkan lebih. Dengan demikian orang yang hadir dalam acara tersebut tidak hanya menyaksikan acara, tetapi juga dapat menikmati Dayok ni ura yang dimakan oleh yang memiliki hajat.
Anda berminat? Ayok kita buat....tapi anda yang nyiapkan dananya ya....hehe
Nah....saat ini masih jarang kita temui rumah makan yang menyediakan masakan khas Simalungun ini, karena proses memasaknya yang lama dan agak capek..ini juga bisa dijadikan peluang usaha bagi anda yang berminat usaha di bidang kuliner....good luck.