Seandainya hidup bisa memilih, aku yakin tak ada satu orangpun di dunia ini yang akan memilih menjadi orang Pemulung, tidak ada satu orangpun yang akan memilih menjadi orang miskin. Realitas sosial yang ada di masyarakat kita ternyata menampilkan banyaknya anak-anak, remaja, orang tua bahkan kakek-kakek yang harus menjadi pemulung demi mendapatkan uang untuk kelangsungan hidupnya, tak bisa terlalalu berharap kepada orang lain dan pemerintah yang akan memberikan kehidupan dan kebutuhan-kebutuhan mereka.




mengapa pemulung menjadi pilihan buat mereka? Ya, pemulung sebagai salah satu pekerjaan yang tidak membutuhkan tingkat pendidikan tertentu, tapi hanya bermodalkan kemauan, tenaga, dan menghilangkan rasa malu di depan masyarakat terhadap pekerjaan itu. Apa boleh buat, kemiskinan masyarakat yang sampai hari ini belum juga bisa dientaskan terpaksa menghasilkan para pemulung yang bertebaran di mana-mana, terutama di daerah-daerah perkotaan.
Para pemulung ini berkerja dengan caranya masing-masing, ada pemulung yang memang bekerja pada malam hari, ada yang pagi sampai sore dan menjualnya pada sore hari dan membawa hasilnya ke rumah, begitu setiap hari. Ada juga pemulung yang konsen pada pagi sebelum subuh, pemulung model ini selalu fokus pada tempat-tempat sampah rumah tangga sebelum pagi atau siangnya diangkat oleh dinas kebersihan.

Masing-masing pemulung memiliki pola kehidupannya masing-masing. perbedaan pola kehidupan itu lebih terlihat pada pemulung yang sudah berumah tangga dengan pemulung yang belum berumah tangga. pernah beberapa kali aku bertemu dan berbicara dengan pemulung. Satu ketika aku pernah melihat seorang pemulung berada di dekatku, tempatnya di daerah Marelan kota Medan. Terenyuh hatiku melihatnya. seorang pemuda yang kelihatannya agak tua, menggunakan topi yang agak lebar, sedang megorek-ngorek tempat sampah tepat di depanku sambil menundukkan wajahnya dan tak melihat sedikitpun kepadaku. Gerakannya cepat, membongkar tempat sampah dan memilah-milah sampah yang akan dikutipnya dan mana yang tidak. Aku memberanikan diri untuk menegurnya dengan maksud ingin memberikan sedikit uang, siapa tau berguna fikirku. Setelah kupanggil dia menjawab dan aku sampaikan kepadanya sambil menyodorkan uang yang akan aku berikan. Tak kusangka dengan halus ia menolak pemberianku sambil mengatakan bahwa ia bukan peminta-minta dan mengucapkan terima kasih kepadaku. Jujur saja, aku memang agak tersinggung waktu itu dan sempat berfikir bahwa pemulung itu sombong sekali. Tetapi selanjutnya aku juga berfikir ternyata ada juga pemulung yang masih berfikir gengsi atau mungkin buatnya itu persoalan harga diri. Bagus sih...tapi harusnya ia juga menghargai orang yang mau berinfaq dong.....
Suatu hari yang aku tidak mengingat waktu tepatnya, tapi sekitar 1 tahun yang lalu, aku terbangun dan waktu menunjukkan pukul 03.00 wib, dan aku keluar rumah sebentar, ke halaman sekedar melihat-lihat suasana luar rumah. Tiba-tiba muncul seorang pemulung dan keranjang sampah milik tetangga, kuperhatikan apa yang dilakukannya. Ia membongkar-bongkar tempat sampauh itu mengambil beberapa barang dan dimasukkannya ke goni/karung yang ia sandang, kemudian ia membongkar-bongkar kembali dan menemukan bungkusan dari kertas berwarna putih. Ia membukanya dan mengambil isinya, lalu kulihat ia membersih-bersihkannya dengan tangannya dan sedikit menghembusnya lalu memakannya. kulihat ia semangat sekali menyantap makanan dari tempat sampah itu. Aku menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri, sebuah pemandangan yang saat itu membuat jiwa sosialku teriris. Sulitnyalah hidup ini buatnya, fikirku sejenak, dan kau juga berfikir apalah yang bisa kulakukan untuk bisa menolong orang-orang miskin seperti dia ya? tapi aku hanya berfikir dan tidak tau juga apa yang harus kulakukan..
Kesenjangan sosial yang tak juga dapat teratasi pemerintah ini hedaknya mampu menjadi cemeti bagi orang-orang kaya atau orang kelas atas untuk mau membantu mereka-mereka yang kurang beruntung dari segi ekonomi itu. Sedikit pesanku kepada pemerintah, hendaknya persoalan akses terhadap sumberdaya negara bisa dipermudah bagi orang-orang miskin, jangan membedakan mereka dengan orang-orang kaya, karena mereka juga adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk menikmati semua sumberdaya negara. Pasal 33 UUD 1945 dan pasal 34 UUD 1945 juga sudah mengamanahkannya. Aku yakin itu saja yang paling penting bagi orang-orang yang kurang mampu itu, bukan persoalan mereka menjadi orang miskin. Mereka sudah cukup dapat menerima kemiskinan mereka. Jangan lagi penyebab kemiskinan struktural itu terus berlanjut, artinya janganlah lagi ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat kecil dan membuat rakyat kecil semakin sengsara. Kalau orang kelas atas/orang kaya memang sudah mapan dan tanpa bantuan pemerintahpun mereka memang sudah sejahtera. Membangunlah dengan paradigma bottom-up, agar semua agenda-agenda pembangunan yang dilakukan pemerintah benar-benar tepat sasaran.
Semoga...
ADS HERE !!!