RESUME
OTOETNOGRAFI
Otoetnografi bekerja dan berfungsi untuk mempersatukan diri (self) dan kebudayaan, meskipun tidak
dalam kondisi seimbang atau statis. Otoetnografi menulis sebuah dunia dalam
kondisi mengalir deras dan bergerak – antara kisah dan konteks, penulis dengan
pembaca, krisis dengan pemecahan masalah. Otoetnografi menciptakan momen-momen
kejelasan, hubungan dan perubahan yang penuh emosi.
Menulis etnografi juga merupakan aksi penyeimbang. Dalam
sebuah bab handbook yang dimaksudkan
agar bisa menggerakkan teori dan metode menuju aksi. Di sini akan diawali
dengan jenis aksi penyeimbang yang lain, dengan memilah-milah buku dan essai,
mencari kata-kata yang telah digunakan oleh para penulis lain untuk melukiskan
pelaksanaan penulisan otoetnografi.
Otoetnografi adalah, ‘penelitian, penulisan dan metode yang
menghubungkan sisi autobiografis dan pribadi dengan aspek kultural dan sosial.
Bentuk ini lazimnya menyoroti aksi konkrit, emosi, perwujudan, kesadaran diri,
dan intropeksi dan mengklaim konvensi penulisan literer.
‘sebuah narasi-diri yang mengkritik keterposisian diri (self) dan other di dalam konteks sosial’.
‘teks-teks yang mendemokratisasikan ruang representasional
kebudayaan dengan menempatkan pengalaman parikuler individu ke dalam posisi tarik
ulur dengan ekspresi-ekspresi dominan kekuatan diskursif’.
Namun, karena otoetnografi adalah sesuatu yang disebut genre
yang kabur oleh Geertz (1983), maka otoetnografipun tumpang tindih dengan, dan
berutang budi pada, penelitian dan praktek penulisan dalam antropologi,
sosiologi, psikologi, kritik sastra, jurnalisme dan komunikasi.
Otoetnografi
adalah, sebuah perjumpaan dahsyat, sebuah momen kerentanan dan ambiguitas yang
bersifat sensual, mewujud dan berjalin berkelindan di dalam struktur sosial dan
ideologis kehidupan nyata mereka.
‘jenis seni yang membawa anda menyelami diri anda lebih dalam
dan pada akhirnya keluar lagi’.
Otoetnografi
adalah, menetapkan konteks, menuturkan kisah, menjalin hubungan yang rumit
antara kehidupan dengan seni, pengalaman dengan teori, penciptaan dan
penjelasan…dan kemudian melepaskannya, berharap pada para pembaca yang akan
mencurahkan perhatian cermat yang sama pada kata-kata anda di dalam konteks
kehidupan mereka sendiri.
Menghadirkan sebuah teks. Menuntut perhatian dan partisipasi.
Melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Menolak pembungkaman atau
kategorisasi.
Menyaksikan pengalaman dan mengakui kekuasaan tanpa merenggut
– kesenangan, perbedaan, kemanjuran.
Percaya bahwa kata-kata itu bernilai sekaligus menulis (demi)
menyambut momen tatkala titik penciptaan teks-teks otoetnografisnya adalah demi
mengubah dunia.
Otoetnografi
adalah, sebuah teks pertunjukan…mengolok dalam diri sambil menunggu untuk
dipentaskan.
KRISIS
Inilah krisis tiga
lapis, ancaman tiga lapis, mahkota duri tiga lapis: representasi, legitimasi
dan praksis. Ketiga krisis ini, yang menandai dan berdampingan dengan prealihan
menuju penelitian interpretative, kualitatif, naratif, dan kritis di dalam
disiplin humaniora, diseur dengan kalimat yang sering dikutip dalam sandiwara
yang sudah akrab: seberapa besarkah pengetahuan seorang pakar, bagaimana ia
mengetahuinya, dan apa saja yang bisa dilakukannya dengan pengetahuan tersebut
di dunia.
Krisis
semata-mata merupakan akibat dari konflik kekuasaan, watak dramatis aksi
manusia, dan pilihan-pilihan (sadar tak sadar) yang kita ambil di dalam dunia
yang penuh dengan kemungkinan. Drama representasi, legitimasi dan praksis
merupakan bagian dari dialog berkesinambungan antara diri dengan dunia yang
menyangkut masalah-masalah ontology, epistemology, metode dan praksis: apakah hakikat mengetahui itu, apakah makna
hubungan antara subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui, bagaimanakah
kita berbagi sesuatu yang kita ketahui dan dengan makna/dampak apa? Factor yang
menjadikan krisis tida lapis ini terasa mendesak adalah cara-cara yuang
ditempuh oleh dialog di atas dalam mempertanyakan stabilitas dan koherensi
kehidupan kita sewaktu kita menjalani dan menuturkannya.
Krisis
adalah sebuah titik balik, sebuah momen ketika konflikl harus dihadapi meskipun
tidak bisa memecahkannya. Konflik adalah sebuah ketegangan yang membuka ruang
ketakpastian, mengancam menggoyahkan struktur sosial, dan memunculkan
katakpastian kreatif. Penelitian kualitatid, naratif dan krisis telah
mengalami banyak momen kritis seperti
itu, yang kesemuanya menjurus pada pergeseran genre dan metode. Kita telah
berpindah dari…
Kemustahilan katalogisasi yang cermat, setia dan otoritatif
terhadap other yang eksotik…
Menuju paparan naratif yang parsial, refleksif, dan naratif
lokal…
Menuju teks-teks yang bekerja
untuk menciptakan ruang bagi sebuah etika dialog.
Pada saat ini…
Kita menghadapi kemustahilan menyajikan pengalaman nyata
dengan memutuskan hubungan antara kehidupan dengan teks…
Kiita menyusun (dan mempertanyakan pengembangan) criteria
untuk memahami dan mengevaluasi kerja ilmiah yang kita lakukan untuk menuturkan
kondisi-kondisi kehidupan kita…
Kita memutuskan untuk melakukan pekerjaan yang memberikan
sumbangsih besar dengan menuiis pencitraan sosial secara merangsang dan
revolusioner.
Kita bangkit menyambut tantangan gerakan…
GERAKAN
Meskipun penulis
tulisan ini bisa menempatkan ‘bermacam-macam refleksi’ ke dalam konteks
peralihan dan gerakan yang lebih besar dalam penelitian interpretative,
kualitatif, naratif, dan krisis, penulis tidak tahu apa yang harus dilakukan
terhadap kemarahannya yang ia rasakan pada saat penulis membaca essai Ronai
(1995).
Kepada kita
semua - adalah untuk bergerak dari
amarah menuju aksi politis yang progresif, menuju teori dan metode yang
menghubunhgkan politik, pedagogi, dan etika menuju aksi dunia.
Inilah sebuah tantangan yang sudah digarap dan dicoba dijawab
oleh para pakar otoetnografi secara pelan-pelan dan bertahap. Inilah tantangan
menciptakan teks-teks yang tersingkap di dalam ruang intersubjektif individu dan komunitas serta
yang merangkul taktik untuk mengetahui sekaligus memperhatikan .
Upaya untuk menjawab tantangan ini berarti mengajukan
pertanyaan tentang hal-hal berikut:
-
Bagaimana
ilmu pengetahuan, pengalaman, makna dan perlawanan terekspresikan melalui
cara-cara yang terwujud, tersirat, intonasional, isyarat tubuh,
improvisasional, koeksperiensial, dan tersembunyi. (Conguergood,2002).
Teks-teks autoetnografis memusatkan perhatian kepada bagaimana orang-orang yang
menggunakan bentuk-bentuk komunikasi yang halus dan samar secara sadar - yaitu bentuk komunikasi yang bukan tekstual
atau pun visual – untuk mengungkapkan fikiran , fikiran dan hasrat mereka
dengan menuangkan praktik komunikasi tersebut ke dalam tulisan dan
mementaskannya di atas panggung.
-
Bagaimana
emosi itu penting untuk memahami dan merumuskan teori tentang hubungan antara
diri, kekuasaan dan kebudayaan. Teks-teks autoetnografi memusatkan perhatian
pada penciptaan pengalaman emosional yang kasat mata, karena pengalaman seperti
ini berhubungan, sekaligus terpisah, dengan cara-cara yang lain dalam
mengetahui, mewujud dan bertindak
terhadap dunia.
-
Bagaimana
tubuh dan suara tidak bisa dipisahkan dari akal dan pemikiran sekaligus
bagaimana tubuh dan suara bergerak serta diistimewakan (sekaligus dibatasi dan ditandai) dengan
cara-cara yang sangat khusus dan politis. Teks-teks autoetnografi berupaya
menciptakan watak pengalaman yang kasat mata, sensual dan politis, bukannya
mengubah teks ke dalam perwujudan atau politik ke dalam permainan bahasa.
-
Bagaimana
diri dikonstruksi, disingkap dan dianyam ke dalam peraturan narasi tersebut
bergerak di dalam sekaligus mengubah konteks yang menjadi penuturannya.
-
Bagaimana
kisah-kisah membantu kita menciptakan, menginterpretasikan, mengubah kehidupan
sosial, cultural, politis dan pribadi kita. Teks-teks autoetnografi tidak hanya
menunjuk pada keharusan narasi dunia kita, namun juga menunjuk pada kekuatan
narasi dalam menyingkap dan memperbaiki dunia tersebut.
BERALIH KE PERTUNJUKAN:
SURAT
TENTANG/DEMI/MENGENAI PERUBAHAN.
Bangkitnya pertunjukan
Conguergood (1991) melacak kebangkitan pertunjukan dalam
penelitian etnografis dan penulisan etnografis dalam tulisannya,’mengkaji ulang
etnografi. Ia melacak peralihan ke pertunjukan ke karakterisasi umat manusia
sebagai homo performansnya Victor
Turner – umat manusia sebagai pementas sebuah makhluk pencipta kebudayaan,
pementas sosial, pencipta diri. Upaya Turner untuk menghubungkan etnografi
dengan pertunjukan sebagai sebuah praktek yang hidup dan dihayati; ternyata
mencapai empat tujuan:
Pertama, upata tersebut mengalihkan perhatian kita bagaimana
tubuh dan suara terposisikan di dalam konteks – di dalam dan tentang’waktu’,
tempat dan sejarah.
Kedua, gerakan performatif mendorong para peneliti dan subyek
yang diteliti menuju sebuah hubungan nyata ‘keterlibatan akrab dan penggiatan
“aktivitas bersama” atau pertunjukan bersama dengan “individu-individu unik”
yang terposisikan dan memiliki nama secara historis.
Ketiga, etnografi berpusat- pertunjukan menunjuk pada bias
visual, linguistic dan tekstual peradaban barat dan mengarahkan ulang perhatian
kita pada ekspresi kebudayaan dan dunia nyata, tugas lapangan dan penelitian
yang berciri auditorius, badaniah dan postmodern.
Keempat, dalam menegaskan watak kehidupan sosial dan
pertunjukan cultural yang ‘polisemik’ dan konstitutif, paradigma pertunjukan
menuntut kita untuk memusatkan perhatian pada bagaiman teks bisa diciptakan,
dikomunikasikan dan paling lazimnya dikritik di berbagai tingkat.
Kritik Ekfrastik
Ekfrastik? Apakah artinya? Kerja ekfrastik adalah perenungan
atas tindakan kreatif orang lain. ‘Teks-teks ekfrastik berupaya membangkitkan
‘kemampuan mencipta gambar kata-kata di dalam puisi’. Ekfrasis melukiskan
upaya-upaya kita dalam menerjemahkan dan mengubah pengalaman menjadi teks dan
teks menjadi pengalaman. Ekfrasis menghembuskan kata-kata ke dalam gambar bisu;
ekfrasis menciptakan gambar dari kata-kata menggantung dari teks ekfrasis itu
sendiri. Ekfrasis bertutur tentang urgensi sama besarnya dengan tentang
istirahat, sama besarnya tentang istirahat, sama besarnya tentang perjalanan
dengan Jeda.
Menggarap Tubuh
Mengolah Kebudayaan
Jones (2002) menulis bahwa etnografi pertunjukan ‘paling
mudahnya, adalah cara mengolah kebudayaan di dalam tubuh’. Namun proses
penciptaan dan pementasan etnografi pertunjukan bukanlah semata-mata
penempatan, dan kemudian permainan, tubuh di dalam kebudayaan. Justru
sebaliknya, etnografi pertunjukan berupaya mengajak peneliti dan audiens dengan
menciptakan sebuah pengalaman yang menghadirkan bersama-sama teori dan praksis
dengan cara-cara yang kompleks, kontradiktif dan bermakna.
Menggarap tubuh mengolah kebudayaan bisa berupa sebuah
etnografi pertunjukan yang memusatkan perhatian pada empat prinsip:
a.
Menciptakan
sebuah konteks khusus bagi pertunjukan
b.
Bekerja
secara kolaboratif dan bertanggung jawab atas komunitas tugas lapangan.
c.
Menekankan
peran pementas yang ‘terposisikan dan berkepentingan’ dalam menginterpretasikan
kebudayaan.
d.
Menawarkan
berbagai perspektif yang harus secara aktif yang dipadukan oleh para audiens.
Mencipta ulang diri
Miller (1998) menegaskan bahwa upaya menghimpun minat pada
pertunjukan autobiografis sesungguhnya lebih banyak berkaitan dengan pergeseran
studi pertunjukan dari pertunjukan estetik ke paradigma yang lebih integral untuk
menjelaskan, mengkritik dan mengalami bagaimana kehidupan kontemporer dijalani.
Perbedaan antara pengalaman dengan kisah, antara perbuatan
dengan hasil perbuatan sesungguhnya tergantung pada pandangan tentang
performativitas yang menyatakan bahwa sebuah kisah hidup – identitas – bukanlah
sesuatu yang dipilih untuk dilakukan oleh penulis/pementas namun (justru)
berciri performatif dalam pengertian bahwa kisah hidup tersebut merupakan
dampak dan sesuatu yang tampaknya diekspresikan itu sendiri.
Performativitas menunjuk pada kemustahilan memisahkan
kisah-kisah hidup kita dari konteks sosial, cultural dan politis tempatnya
tercipta dan dari cara-cara yang pertunjukan sebagai satu tempat dialog dan
negosiasi itu sendiri merupakan sebuah ruang yang diperebutkan.
Tulisan performatif menghadirkan dinamika performativitas
pertunjukan ke dalam momen penulisan teks yang menjadi tempat untuk
mengkonstruksi, menginterpretasi, dan mengubah identitas dan pengalaman.
Tulisan performatif muncul ketika kita menjumpai buku/artikel dengan maksud
hendak memasuki satu diskusi yang ditandai oleh perdebatan dan negosiasi,
pengetahuan berwujud dan pertukaran pikiran dan penuh permusuhan, dan tuduhan
emosional dan intelektual. Tulisan performatif muncul ketika ktia mengajak
audiens untuk ikut berdialog ketika kita menulis, berbicara, dan mementaskan
kata-kata di buku, melalui mulut kita, pada tubuh kita, dan dunia. Karena
dinamika performativitas pertunjukan menyatakan bahwa pertunjukan itu tidak
bisa dipisahkan dengan politik, maka pertunjukan autobiografis, narasi pribadi,
dan otoetnografi performatif mencampuradukkan dengan hal-hal peribadi ke dalam
ranah politik dan ranah politik ke dalam hal-hal peribadi dengan cara-cara yang
bisa, memang dan harus diperhitungkan.
Mementaskan Kemungkinan
Pertunjukan kemungkinan tercipta di dalam momentum gerakan
dari kebisuan ke suara dan dari pinggir ke pusat. Pertunjukan kemungkinan
menyediakan suatu tempat berkumpul bagi narasi-narasi yang memperjuangkan
perubahan dalam sistem dan proses yang membatasi kemungkinan.
Ruang dan gerakan pertunjukan kemungkinan dijiwai oleh
tanggung jawabuntuk melibatkan diri dan other
secara etis dengan menempuh cara-cara yang tidak menutup atau mencegah dialog.
Pertunjukan kemungkinan memberikan saran sekaligus metode bagi etnografi yang
bersifat mengubah dan bisa menjadi
alternative. Pertunjukan kemungkinan memberikan, meminjam deskripsi, berciri
sebagai penghubung; pertunjukan kemungkinan mempersatukan yang mungkin
mempersatukan yang mungkin dan yang ada, memberikan wahana untuk memunculkan
perbedaan sekaligus meredamnya; pertunjukan kemungkinan bersatu padu melalui
gerakan.
Mementaskan perlawanan
sosial
Sewaktu gerakan-gerakan nasional yang menjadi mitra aliansi
pertunjukan di atas mulai terpecah-pecah dan berubah arah, pertunjukan yang
memiliki semangat perlawanan sosial juga mulai berubah. Para pementas
mengarahkan perhatian mereka pada aneka persoalan di dalam komunitas mereka
sendiri dan mulai menjajaki kebutuhan untuk tidak hanya mengekspresikan
solidaritas dan kesatuan umum juga rumitnya hubungan antara identitas,
perbedaan dan identifikasi.
Para partisipan memang belajar untuk menjadi partisipaan yang
aktif di panggung dan di dunia. Mereka memetik manfaat dari pertunjukan dengan
cara-cara yang bisa didefinisikan dan bersifat material. Berbagai tantangan
yang menyelimuti kebutuhan yang menyeimbangkan antara perhatian estetik dengan
berbagai pengalaman, dampak terpecah-pecah dari dialog berbasis identitas, dan
kebutuhan untuk menghubungkan aksi lokal dengan konteks yang lebih besar
sesungguhnya memicu pergeseran dari pertunjukan berbasis komunitas ke teater
dan dialog sipil.
PRAKSIS PERFORMATIF:
OTOETNOGRAFI SEBAGAI SEBUAH POLITIK YANG (SARAT) KEMUNGKINAN
Penulis tulisan
(Jones) ini ingin mengakhiri tulisannya dengan meminta pembaca untuk menjaga
agar percakapan percakapan ini berlangsung di dalam teks, konteks dan praksis
kita sendiri. Jones juga menghendaki agar pembaca membawa percakapan ini ke
dalam peralihan, krisis dan momen dalam otoetnografi berikutnya sekaligus agar
menggerakkan karya kita, tanpa ragu-ragu atau beban dari aspek politis.
Kita bisa menciptakan perbedaan di dalam dan di luar proses
individual untuk mengetahui dan mulai mengetahui – dan kemudian menuliskan dan
berbagi proses-proses tersebut. Jones meyakini masa depan otoetnografi. Dengan
semangat bergerak menuju masa depan, Jones ingin menantang pembaca untuk
melakukan hal-hal berikut:
-
Kenali kekuatan antara/penengah. Kenali kekuatan menempuh dua cara, kekuatan dari
penekan interaksi antara pesan dan estetika, proses dengan perilaku, individu
dengan sosial. Ingatlah bagaimana krisis, peralihan dan gerakan di dalam dan
menuju narasi, pertunjukan dan teater protes sosial tercipta di dalam probabilitas
radikal yang hadir di ruang-ruang antara ini.
-
Pentaskan perjumpaan yang mustahil. Ciptakan teks-teks yang mementaskan apa yang disebut
‘perjumpaan yang mustahil’ oleh Cohen Cruz (2001) dalam ‘kemampuan teks-teks
tersebut mendekatkan atau mengakrabkan manusia dengan gagasan, situasi atau
faktor-faktor lain yang tampak benar-benar berbeda’.
-
Kontekstualisasikan pemberian testimony dan kesaksian. Pentaskan testimoni dan kesaksian akan kisah-kisah
pribadi di dalam, melalui dan dengan konteks sosial yang lebih besar.
misalkan saja kita menghadirkan teks-teks kita ke dalam konteks, kita bisa
menciptakan karya yang menjadi langkah pertama menuju perubahan sosial.
-
Ciptakan Kekacauan. Hargailah teks-teks yang ditujukan untuk memprovokasi, mengajukan
pertanyaan dan mengajak penulis dan audiens, yaitu teks-teks yang menciptakan
kekacauan. Manfaatkan persekongkolan aspek / biner yang terkandung dalam
penulisan dan pembacaan teks-teks autoetnografis – di dalam cara dan kapan kita
menempatkan hidup dan sekaligus tubuh kita ke dalam teks-teks yang kita
ciptakan, geluti dan pentaskan, maka hidup dan tubuh kita tersebut tidak lagi
menjadi milik kita sendiri; entah baik atau buruk, hidup dan tubuh tersebut
telah menjadi bagian dari pengalaman komunitas.
-
Ciptakan teks yang berwatak tersurat. Responlah kebutuhan untuk tampil tersurat dalam
menggerakkan para pembaca dan audiens anda secara intelektual, emosional dan
menuju aksi sosial, cultural dan politis bersama.