Poooom....poooom...suara kapal feri yang akan menuju Tomok terdengar dari kejauhan, semakin lama semakin kuat terdengar mendekati daratan parapat tempat orang-orang menggunakan tikar di tepi-tepi perairan danau toba tersebut. Semua mata mengarah ke kapal yang dekat dengan daratan sambil suara keras dari sirene kapal itu beberapa kali terus berbunyi sebagai tanda bahwa siapa orang-orang yang mau pergi ke Tomok dipersilahan memanggilnya dan kapal akan merapat untuk menjemputnya. Terutama anak-anak sangat tertarik dengan suara klakson kapal itu, dan memancing mereka untuk merayu orang tuanya menaiki kapal tersebut walau tak tau kemana kapal itu akan berangkat.
Sebuah keluarga yang sedang berada di daratan, dengan 3 orang anak beserta ayah dan ibunya juga tidak berbeda dengan yang lain, menoleh ke arah kapal yang sedang berkeliling di area tempat orang-orang berkumpul. Tampak oleh anak yang tertua kelas 6 SD orang-orang yang sedang berada di atas kapal dengan santai duduk dan terhembus oleh angin yang mengibas rambutnya. "wah, pasti enak sekali di atas kapal itu" fikir anak itu dalam kepalanya. Sebut saja Tia nama anak itu. Tapi Tia mikir dua kali untuk menyuruh ayah dan ibunya untuk naik ke kapal itu, karena ia beranggapan bahwa pasti ongkosnya sangat mahal, sedangkan ayah dan ibu membawa kami (Tia dan 2 adiknya) ke Parapat saja itu sudah syukur, ayah dan ibu pasti sudah berjuang keras mengumpulkan uang untuk kami sekeluarga bisa sesekali bertamasya ke sini. Fikiran itu bergejolak dalam kepala Tia. Tia memang anak yang baik. Di rumah ia selalu membantu ibunya sepulang sekolah, menjaga adiknya yang masih belum sekolah dan kelas 3 SD yang nomor dua. Sementara ibunya menjadi tukang masak di salah satu rumah makan di daerahnya. Ayahnya seorang tukang bersih-bersih (cleaning service) pada sebuah sekolah.
Tia, tegur ibunya, saya mak (panggilan Tia kepada ibunya). Kenapa nak? Mikirin apa kamu? Gak ada kok mak, cuma lihat kapal itu aja, jawab Tia sambil tersenyum. Kamu kepingin naik kapal itu ya? Pertanyaan ibunya seolah tak tega melihat anaknya hanya membayangkan enaknya naik kapal itu. Enggak kok mak, Tia cuma lihat aja karena sirenenya kuat sekali, jadi ya Tia melihatnya. Hehe....ibunya tertawa pelan sambil memahami karakter anaknya yang sangat penuh pengertian kepada orang tuanya. Nak, kita naik kapal itu yok....rayu ibunya kepada Tia. Tia nggak kepingin lo mak, lagian ongkos kapal itu kan pasti mahal mak, kita di sini ajalah, kan di sini juga sudah enak, sama ayah dan adik-adik. Tengok tu mak, adik ketawa-ketawa terus main sama ayah, gak mesti naik kapal kan kita baru bisa bahagia, jelas Tia kepada ibunya. Semakin terharu ibunya mendengar jawaban anaknya yang seolah punya fikiran jauh melebihi usianya.
Tia...mamak dan ayah sudah mempersiapkan uang kok untuk kita jalan-jalan, kami udah kumpulkan duit memang sengaja untuk kita jalan-jalan bertamasya, untuk kalian anak ayah dan mamak. Jadi buat apa mamak dan ayah udah ngumpulin duit banyak-banyak, tapi anaknya gak mau diajakin jalan-jalan, padahalkan duit ayah dan mamak itu untuk buat kalian bahagia dan senang-senang. Lagipula ini juga gak setiap hari kok, mamak juga udah seumuran ini gak pernah naik kapal seperti itu. Ayah juga udah setuju kok, kami udah bicarakan di rumah bakal naik kapal ke Tomok membawa kalian. Jelas ibunya kepada Tia. Padahal sebenarnya tidak pernah ada wacana naik kapal di Parapat, hanya saja si ibu sangat iba melihat anaknya dan membayangkan pekerjaan anaknya itu membantu di rumah. Gak apalah, fikir ibunya, masih ada kok sedikit uang lagi yang bisa digunakan untuk kami sekeluarga menikmati kapal yang akan berjalan di danau nan indah itu. Rasa sayang ibu kepada anaknya itu membuat ibunya semakin berkeras untuk membawa anaknya naik kapal.
Angin menghembus agak keras menyentuh pohon-pohon yang berada di sekitaran danau Toba itu, cuaca masih agak panas membuat orang-orang dan Tia merasa sangat sejuk dan angin itu seperti membisikkan ke otak Tia "naiklah ke kapal itu, mumpung mamak kamu mengajak kamu, kapan lagi kamu akan naik kapal seperti itu?" dan sebentar itu Tiapun menjawab, Ya sudah mak, kalau mamak kepingin, Tia dan adik ikut kan? Ya iyalah nak, masak ibu pergi sendiri. Kita akan naik kapal bersama-sama dengan adik dan ayah.
Ayah Tia melambaikan tangannya ke atas dan menggoyang-goyangkannya ke arah kapal yang sedang berkeliling di area itu, lalu klakson kapal berbunyi dan mendekat ke pinggir daratan tempat Tia dan keluarganya berada. Senang sekali hati Tia ketika kapal itu mulai mendekati mereka, tak kepalang tanggung bahagianya Tia karena keinginan besarnya itu akhirnya kesampaian juga. Para pekerja kapal itu segera menurunkan papan ke daratan sebagai tangga para penumpang yang ingin masuk ke dalam kepal. Terlihat juga beberapa keluarga akhirnya juga memutuskan untuk ikut menaiki kapal tersebut, karena anak mereka juga merengek-rengek untuk ikut naik ke kapal.

Ayah Tia menggendong adiknya yang paling kecil, sedangkan Ibunya menggandeng adik Tia dan Tia berjalan sendiri melalui tangga yang sudah dipasang oleh anak buah kapal itu. Kemudian Ayah mengambil posisi tempat duduk di pinggir dengan maksud agar lebih leluasa memandangi alam yang akan mereka lalui nanti sambil memangku adik Tia yang paling kecil. Di samping ayah, ada Tia dan adiknya, sedangkan ibunya berada di samping mereka. Pancaran wajah yang sangat gembira terpancar dari mereka masing-masing, termasuk juga ibu dan Tia yang dari awal memang sangat ingin naik ke kapal tersebut. Poooom....poooom.....kembali klakson kapal itu berbunyi untuk berkeliling sekali lagi mencari penumpang yang ingin naik lagi, karena masih ada sedikit bangku yang bisa ditempati oleh para penumpang, dan akhirnya kapal itupun penuh oleh para penumpang yang akan menuju Tomok melewati danau Toba nan Indah itu.
Kapalpun mulai berjalan menuju tujuannya....
Angin berhembus mulai kencang menerpa para penumpang kapal. Begitu juga dengan Tia yang tersenyum bahagia menyambut terpaan angin yang sejuk, membelai rambutnya, menyentuh kulit wajahnya dan menghenbus rambutnya yang tergerai panjang. Sejukk sekali. Ayahnya beberapa kali menunjuk-nunjuk ke beberapa arah untuk menjelaskan sesuatu kepada adik paling kecil. Beberapa pertanyaan ringan diajukan adik Tia kepada ibunya sambil menikmati terpaan angin yang kencang. Ibu menjelaskan saja apa yang dia tau dan sesekali memeluk anaknya itu dengan kasing sayang yang sangat. Tia cuma terdiam memandangi alam dan danau biru yang indah itu. Sesekali ia memandangi orang-orang yang juga berada di dalam kapal itu, semua tersenyum senang. Setelah kapal berjalan sekitar 20 menit, kapal itupun mendekat ke arah pinggiran danau toba. Kelihatan di sana ada batu- batu yang bergantung ke bawah. Konon kabarnya batu itu memiliki legenda tersendiri bagi orang-orang sekitar dan cerita itu juga sudah tersebar hampir ke seluruh Indonesia. Beberapa menit kapal itu berhenti untuk memberikan waktu kepada para penumpang menikmati pemandangan di sekitar pinggiran danau Toba itu dan sesekali awak kapal menceritakan kisah batu gantung itu. Tia juga turut mendengarkannya.
Cuaca di langit kelihatan mendung...nakhoda kapal itupun segera melanjutkan perjalanan yang masih harus ditempuh setengah perjalanan lagi. Awan mulai agak gelap dan memberikan tanda akan segera turun hujan. Angin semakin kencang bertiup dan beberapa penumpang sudah mulai merasa kedinginan dan memakai jaket yang mereka bawa. Tia mulai merapat ke ibunya, begitu juga adiknya. Ayah memeluk adik paling kecil agar tidak kedinginan.
Mak, dingin sekali ya mak? Iya nak, sepertinya hujan akan turun. Apa masih jauh mak? Lumayan nak, sahut ibunya tanpa bisa memberikan jawaban pasti berapa jauh lagi menuju daratan Tomok. Angin semakin kuat dan hujanpun mulai turun. Hembusan angin itu membawa air hujan masuk ke dalam kapal dan membasahi beberapa penumpang yang ada di dalam kapal, terutama yang berada di pinggir kapal, begitu juga yang berada di tengah juga terkena air hujan yang dibawa angin yang keras tadi. Ayah memeluk kedua anaknya dan ibu memeluk Tia, mereka berdekapan melawan dingin yang mulai menohok tubuh mereka. Begitu juga dengan penumpang lain. Karena kencangnya angin, kapalpun mulai bergoyang, ditambah ombak yang dibawa angin mulai menghantam dinding kapal bagian bawah. Suara berteriak mulai terdengar dari mulut penumpang "Aaaaaaaaaaa....", teriak seorang penumpang yang mulai terkejut dan ketakutan. "Astaghfirullaaaaaahh", kata seorang penumpang ketika ombak menghantam dinding kapal mereka...
Tia mulai ketakutan, tapi ayah menenangkan mereka, Tenang nak, sebentar lagi juga anginnya berhenti. Adik kecil dan kakaknya mulai menangis melihat teriakan penumpang lain, seolah sedang tersugesti dan ikut merasakan ketakutan itu. Ibu Tia juga tak bisa membohongi wajahnya yang menggambarkan ketakutan yang luar biasa..
Angin tak juga berhenti dan hujan semakin deras, suasana berubah menjadi sangat mencekam, dimana tak ada kapal lagi yang sedang lewat sekedar untuk menyapa mereka. Cuaca tak lagi terang tapi berubah seperti wajah Ular cobra yang sedang bersiap menyerang mangsanya. Angin yang tadinya sangat indah dan membelai mesra tubuh mereka, kini berubah menjadi ribuan anak panah yang datang menusuk-nusuk tubuh mereka....dingiiiiiin sekali, ditambah air hujan yang menambah keganasan angin tadi. Ombak mulai berevolusi menjadi ikan-ikan Hiu ganas yang menghantam kapal yang tidak besar itu, seolah sedang kelaparan dan ingin menjatuhkan santapan yang sedang berada di atas kapal, lapaar dan ingin segera menyantapnya...mengerikan sekali.
Ibu Tia mulai menangis sambil terus mengucapkan kata-kata do'a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi keselamatan. Beberapa penumpang bergerak ke sana kemari mencari pelampung yang ada di kapal itu, tapi tak kunjung ditemuinya. Awak kapal memperingatkan para penumpang untuk tidak berjalan-jalan dan tenang di bangkunya, karena akan mengganggu keseimbangan kapal. Buarrrrrrrrr......Ombak kembali menghantam kapal, percikannya membasahi para penumpang.... Allahuakbar...teriak beberapa orang penumpang yang ketakutan. Beberapa orang yang kristiani terlihat menggenggamkan tangannya sambil berdo'a kepada Tuhannya....Suara tangisan tak henti-hentinya terdengar di kapal itu. Belum lagi semua tangisan itu berhenti, sebuah ombak besar kelihatan mendekati kapal.....semua penumpang menjerit sekuat-kuatnya....awak kapal hanya bisa berteriak...."pegangaaaaaaaaaan....pegangaaaaaaaaan", sambil ia juga memegang bagian pintu masuk ke nakhoda kapal.
Buaaaaaarrrrrrr......suara keras ombak itu mengantam kapal dengan kerasnya, seolah Hiu yang tak lagi akan memberikan kesempatan kepada mangsanya untuk selamat. Kapal miring ke kiri, tepat di pinggir ayah Tia duduk. Ayah Tia berpegangan kuat di pinggir kapal untuk menahan anak dan istrinya yang terdorong ke kiri...kapal tak juga kembali normal, malah semakin miring ke kiri dan akan segera terbalik ke kiri.

Ayah sekuat tenaga menyanggah dengan tangan kirinya dan tangan kanannya memeluk kedua anaknya yang masih kecil....Tia menjerit sekeras-kerasnya, "Maaaaaak..." karena Tia tak lagi melihat ibunya ada di dekatnya. Derai airmata terus mengalir di pipi Tia, tak lagi bisa dibedakan antara air mata dan air danau yang membasahi mereka... "Pegangan Tiaaaaaaa.." jerit ayahnya kepada Tia...dan belum lagi sempat Tia menjawabnya, seorang penumpang dari atas tersungkur ke bawah dan menghantam ayah Tia...Brakkkkkk!! Ayah Tia hanya manusia yang memiliki keterbatasan tenaga, tangan kirinyapun patah menahan beban yang datang tiba-tiba itu, dan merekapun terjatuh ke air....Tia yang masih berpegang kuat pada bangku kapal itu melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, "Ayaaaaaaaaaah....adeeeekk....mamaaaaaaaak..." teriak Tia yang hampir tak terdengar karena jeritan orang-orang yang sedang panik di kapal itu. Dipandanginya ayahnya tenggelam dan melepaskan pelukannya, adik-adiknya hanya bisa menggerak-gerakkan kaki dan tangannya di dalam air, tak bisa bersuara lagi karena air memasuki hidung dan mulut mereka...ibunya yang ternyata lebih dulu terhempas penumpang lain dan tenggelam di air hanya mampu berdo'a dalam hatinya untuk keselamatan keluarganya....
Tak ada kata-kata lagi yang bisa diucapkan Tia untuk melampiaskan kesedihan hatinya yang terlalu, ia hanya membisu, fikirannya melayang kembali ke belakang, saat ia menjaga adiknya ketika ibunya bekerja. Saat ia menyiapkan nasi di meja makan untuk mereka makan bersama, saat ia memijit-mijit kaki ibunya yang sedang istirahat, saat ia mengganggu adik-adiknya agar adiknya tertawa.....saat ia membuatkan teh manis ketika ayahnya pulang kerja....saat ia memeluk ibunya kala ibunya lagi sedih, saat ia menyuapi adiknya kalau adiknya malas makan, saat mereka akan berangkat tamasya ke Parapat dan saat mereka bergembira akan naik kapal, dan lain sebagainya. Tia tak peduli lagi kejadian yang ada di sekelilingnya, tangannya terus berpegangan pada kursi yang melekat pada lantai kapal sambil airmatanya terus mengalir tanpa henti...
Brakk! tiba-tiba sebuah tangan menyambarnya dan membawanya melompat ke air...Lamunan Tia seketika itu terhenti dan terkejut karena tubuhnya segera terendam air dengan tangan yang memegang erat tubuhnya. Ternyata seorang awak kapal yang menerjang dan memeluknya ke dalam air dengan sebuah pelampung untuk mereka bertahan di danau yang sangat dingin waktu itu. Kapal pun terbalik menumpahkan semua yang ada di atasnya...Beberapa awak kapal kelihatan memegang satu orang yang bisa mereka selamatkan, dan semua masih tergolong anak-anak, yang lain harus berusaha menyelamatkan diri masing-masing, walaupun kecil kemungkinan untuk selamat, karena pertolongan tidak segera datang.

Awak kapal itu tetap mengapung membawa Tia menjauh dari kapal sambil menanti pertolongan tiba. Tia tetap terdiam dan menyerahkan sepenuhnya hidupnya kepada Tuhan. Mata Tia tak lepas memandangi kapal yang semakin lama semakin tak tampak di permukaan air. Dalam hatinya ia hanya berkata "Kita akan tetap bersama Ibu, ayah, adik-adik", sambil airmatanya kembali berderai di pipinya...
(bersambung ke bagian 2)
catatan:
1. Kisah ini hanyalah fiktif belaka
2. foto-foto yang terlaampir hanya sebuah ilustrasi.