1. Teori Aktivitas - Interaksi - Sentimen
Teori ini dikemukakan oleh George C. Homans (dalam Thoha, 2008) ini menjelaskan bahwa kelompok terbentuk karena individu-individu melakukan aktivitas bersama secara intensif sehingga memperluas wujud dan cakupan interaksi di antara mereka. Pada akhirnya, akan muncul sentimen ( emosi atau perasaan) keterikatan satu sama lain sebagai faktor pembentuk kelompok sosial.
Sebagai contoh, Budi, Iwan dan Robi sering beraktivitas bersama sebagai pengurus Pramuka. Lambat laun, hubungan di antara mereka tidak lagi terbatas pada kepentingan pramuka, melainkan juga menyangkut hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya saling berbagi cerita tentang masalah keluarga atau saling mendukung dalam pencapaian pribadi. Lambat laun, dipastikan akan muncul rasa keterikatan yang membentuk kelompok persahabatan.
2. Teori Alasan Praktis
Teori ini dikemukakan oleh H. Joseph Reitz (dalam Huraerah, 2009), berasumsi bahwa individu bergabung dalam suatu kelompok untuk memenuhi beragam kebutuhan praktis. Abraham H. Maslow (dalam Huraerah, 2009) mengidentifikasi beberapa kebutuhan praktis tersebut, yaitu :
a. kebutuhan-kebutuhan fisik (udara, air, makanan dan pakaian)
b. kebutuhan rasa aman
c. kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi
d. kebutuhan terhadap penghargaan (dari dirinya sendiri dan orang lain)
e. kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (menggali setiap potensi) dan bertumbuh.
3. Teori Hubungan Pribadi
Teori ini dikemukakan oleh W.C. Schutz (dalam Sarwono, 2009). Ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (Fundamental Interpersonal Relation Orientation Behaviour).
Inti dari teori FIRO-B adalah manusia berkelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hubungan antar pribadi. Adapun kebutuhan dasar dalam hubungan pribadi adalah sebagai berikut :
a. kebutuhan inklusi, yaitu kebutuhan untuk tergabung dalam suatu kelompok
b. kebutuhan kontrol, yaitu kebutuhan akan arahan, petunjuk dan pedoman berperilaku dalam kelompok
c. kebutuhan afeksi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang serta perhatian dalam kelompok
Selain itu, W.C. Schutz membagi anggota kelompok dalam dua tipe, yakni :
a. Tipe yang membutuhkan, yaitu membutuhkan inklusi (ingin diajak dan ingin dilibatkan), membutuhkan kontrol (ingin mendapat arahan dan bimbingan) serta membutuhkan afeksi (ingin diperhatikan dan ingin disayangi)
b. Tipe yang memberi, yaitu memberi inklusi (mengajak dan melibatkan orang lain), memberi kontrol (mengarahkan, membimbing dan memimpin), serta memberi afeksi (memperhatikan dan menyayangi).
4. Teori Identitas Sosial
Teori ini dikemukakan oleh M.Billig (dalam Sarwono, 2009), ini menegaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya sekumpulan orang-orang yang menyadari atau mengetahui adanya satu identitas sosial bersama. Adapun identitas sosial dapat dimaknai sebagai proses yang mengikatkan individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu menyadari diri sosial (social self) atau status yang melekat padanya. Kesamaan identitas lantas lantas menjadi faktor pemersatu individu hingga membentuk suatu kelompok sosial.
sebagai contoh: Arman menyadari bahwa ia adalah pelajar SMA 3 Medan, sehingga memutuskan untuk bergabung dengan Pramuka SMA 3 Medan.
5. Teori Identitas Kelompok
Teori ini dikembangkan oleh D.L. Horowitz (dalam Sarwono, 2009), ini menjelaskan bahwa individu-individu dapat mengelompok karena memiliki kesamaan identitas etnis atau suku bangsa. Identitas etnis tersebut, misalnya mewujud pada ciri fisik (baik bawaan lahir maupun akibat perlakuan tertentu seperti dikhitan), kebiasaan hidup, bahasa atau ekspresi budaya.
Kiranya 5 teori ini bisa membantu kalian ya guys....Terima kasih.