Tennis lapangan merupakan salah satu olahraga yang memiliki event kejuaraan yang sangat sering digelar di dunia. Setiap bulan turnamen ini diadakan untuk kelas dunia dan digelar di beberapa kota di dunia. Level tertinggi untuk turnamen ini dinamakan dengan Grandslam. Tetapi kita tidak sedang membahas level dalam olahraga ini. Kita sedang membicarakan mengapa Olahraga ini tidak begitu merakyat di Indonesia?
Berdasarkan pengamatan saya dan wawancara informal saya dengan beberapa orang, mereka mengatakan bahwa, tennis lapangan tidak begitu merakyat, bahkan ada yang mengatakan bahwa ini adalah olahraga kelas atas. Kalau itu sih menurut sejarahnya memang iya. Dulunya olahraga ini pertama sekali dimainkan oleh raja dan kalangan bangsawan di Prancis walaupun akhirnya yang menggelar turnamen pertama yaitu Inggris.
Alasan mengapa tidak Merakyat, menurut beberapa informan saya :
1. Membutuhkan pembuatan lapangan yang dikategorikan berbiaya mahal, dan hanya bisa dimainkan oleh paling banyak 4 orang jika bermain double, dan 2 orang jika bermain single. Sebenarnya sama dengan badminton yang kita bilang lebih merakyat.
2. Reket yang digunakan untuk bermain juga dikategorikan mahal. Harganya pada umumnya 2 ,7 juta. Begitupun sebenarnya ada juga reket yang dibandrol dengan harga 500 ribuan saja, tapi ya kualitasnya tentu berbeda, dan terasa sekali perbedaannya ketika sedang dimainkan.
3. Bola tennis juga tergolong mahal, harganya satu kaleng berkisar 80 - 90 ribuan dan berisi 3 buah saja, walaupun ada juga yang berisi 4 buah dengan harga yang lebih mahal. Itu harga yang biasa dijual di toko toko sport yang pernah saya beli.
4. Sepatu tenis yang dikategorikan mahal, walaupun buat saya itu pilihan, jika kita ingin menggunakan sepatu yang murah juga bisa, tapi konsekuensinya cepat rusak, karena lapangan tenis yang kasar yang membuat gesekan ke sepatu lebih kuat sehingga sepatu jadi cepat rusak. Jika bermain di lapangan tanah liat sepatunya juga sebaiknya dibedakan, begitu juga jika bermain di lapangan rumput. Tetapi pada umumnya orang hanya menggunakan lapangan keras (semen/granit yang memiliki sisi yang kasar) atau lapangan tanah liat. Sedangkan lapangan rumput jarang digunakan masyarakat pada umumnya, kecuali untuk pertandingan pertandingan resmi yang digelar berskala dunia.
5. Turnamen-turnamen yang jarang dibuat oleh para penggiat olahraga ini yang membuat masyarakat malas untuk mendalami olahraga ini.
Nah, beberapa alasan itu yang sering saya dengar mengapa tennis lapangan kurang merakyat di masyarakat Indonesia. Selain itu kesan yang dibuat masyarakat terhadap olahraga ini juga menambah kesan eksklusifnya. Misalnya lapangan ini hanya ada di komplek-komplek perumahan orang menengah ke atas, di lokasi perkantoran-perkantoran dan lain lain yang mengesankan kelasnya. Inilah barangkali yang menjadikan kesan pada masyarakat bahwa olahraga ini adalah olahraga kelas sosial menengah ke atas.
Memang sih kalau kita bandingkan dengan main bola kaki, atau futsal, atau Bolly, tentu biayanya jauh lebih murah. Untuk bola kaki, satu bola bisa dimainkan oleh 22 orang dan bolanya bisa digunakan berbulan bulan. Begitu juga dengan futsal dan Billy. Sedangkan tennis lapangan, bolanya satu kaleng isi 3 buah, harga 80 ribu dan itu hanya bisa digunakan paling banyak 3 kali main. Jika tetap digunakan lebih dari itu, maka pantulannya di atas lapangan dan di reket sudah berbeda dengan yang biasanya. Kalau terpaksa kali bisa juga sih tetap digunakan.
Foto Medali saya, Juara 3 Tennis Ganda
putra dan ganda campuran. Kejuaraan
Tennis Korpri Sumut.
Akhirnya saya sepakat pada kesimpulan bahwa olahraga tennis lapangan kurang begitu merakyat, disebabkan oleh biaya olahraganya yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan beberapa olahraga yang lain. Bagaimana menurut kalian?
ADS HERE !!!