Sementara lokasi lapangan tennis di daerah tersebut hanya satu dan itupun hanya digunakan oleh para staf dan struktur di atasnya di perkebunan itu. Tidak ada kelas karyawan biasa yang bermain tennis di perkebunan itu. Dengan demikian muncullah anggapan bahwa olahraga tennis di perkebunan itu adalah olah raga para staf dan selevelnya atau struktur di atasnya. Para anak karyawan terkadang mengambil kesempatan untuk menjadi kedi (istilah untuk anak-anak yang menjadi pengambil bola di lapangan tennis) untuk mendapatkan imbalan dari orang-orang yang bermain tennis di sana. Waktu itu aku juga belum tertarik dengan tennis, bahkan untuk menjadi kedi pun aku tak mau walau beberapa kawan sudah mengajak saya. Artinya pada saat saya masih tinggal di perkebunan itu mulai SD sampai SMA aku sama sekali tidak menyukai tennis, bahkan menganggap tennis sebagai olahraga yang gak jelas, olahraga untuk orang-orang tua dan olahraga orang-orang kaya.
Setelah tamat SMA dan aku dipaksa oleh orang tuaku untuk kuliah, maka akupun terpaksa mengikutinya dengan ikut ujian UMPTN (istilah pada waktu itu untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri)dan ternyata aku lulus di salah satu PT Negeri di Medan (USU). Maka terpaksalah aku tinggal di Medan tahun 1995. Kebetulan sekali salah satu teman orangtuaku di perkebunan Pabatu itu adalah seorang Kepala Bagian Teknik dan memiliki rumah yang cukup besar di Kota Medan dan tidak ada yang menghuninya, maka ia menawarkan orangtua saya agar aku tinggal di rumah tersebut bersama beberapa mahasiswa lain yang juga tinggal di rumah tersebut. Orangtuaku bersyukur, karena selain secara agama di rumah itu harus disiplin, orangtuaku juga tidak harus membayar uang kos untukku tinggal di Medan. Semua mahasiswa yang tinggal di rumah itu gratis, tanpa bayar apapun. Semoga Allah memurahkan rezeki Bapak Itu (Ir. Suwarso dan Keluarga).
Rumah yang aku tinggali itu selain besar, juga memiliki lapangan tennis di halaman belakangnya. Setiap sore beberapa rumah di sebelah rumah tersebut selalu bermain tennis di situ. Setiap hari aku melihat orang bermain tennis di situ. Aku mulai melihat-lihat beberapa minggu dan sambil melihat sambil memahami bagaimana cara memukul dan lain-lain yang digunakan dalam olahraga tennis itu. Sebulan berikutnya aku diajak oleh teman mahasiswa yang sudah lebih dulu tinggal di rumah itu untuk bermain tennis, awalnya aku menolak dengan alasan tidak pandai. Tetapi mereka bilang, aku juga dulu tak pandai tapi sekarang udah bisa, ayoklah...katanya kepadaku. Terpaksa aku ikut main dengan reket pinjaman dari rumah itu. Rumah itu juga memiliki beberapa reket yang bisa digunakan oleh siapa saja yang mau main tennis. Karena selama ini aku sering memperhatikan orang bermain tennis di lapangan itu maka aku tinggal mempraktekkan apa yang aku fahami itu di lapangan. Tidak butuh waktu yang lama aku sudah bisa bermain tennis dengan yang lainnya. Bahkan di antara kawan-kawan mahasiswa yang tinggal di rumah itu aku termasuk no 2 yang paling pandai karena ada satu lagi abanganku yang lebih pandai dari aku dan ia memiliki reket sendiri. Kalau aku jangankan memiliki reket sendiri, kalau reket putus senarnya aku ketakutan karena khawatir disuruh mengganti dengan duitku sendiri.
Dua tahun sudah berjalan aku berada di rumah itu, dan hampir setiap hari aku bermain tennis sebagai olehragaku selama tinggal di situ. Olagraga itu semakin menarik hatiku dan aku merasa waktu itu kemampuanku semakin bertambah saja, walau ketika bermain dengan orang yang memang sudah sangat pandai aku tidak apa-apanya.
Dengan kemampuan yang aku miliki waktu itu, akupun ikut mendaftar Porseni USU pada cabang olahraga tennis Lapangan, pada nomor Tunggal dan Ganda bersama seorang teman kampus yang juga biasa bermain tennis. Sayang waktu itu di tinggal aku hanya bisa sampai penyisihan terakhir dan harus kalah. Begitu juga dengan ganda yang hanya bermain 2 kali lalu kalah juga. Tidak puas sampai di situ aku mendaftar lagi pada kejuaraan temuan piala gubernur Sumut dan langsung kalah pada pertandingan pertama. Belum juga puas, pada peresmian IKIP menjadi UNIMED digelar pertandingan Tennis Lapangan, aku juga ikut mendaftarkan diri dan juga harus kalah pada pertandingan pertama. Ya sudahlah, ternyata aku saja yang merasa sudah pandai, ternyata belum ada apa apanya dibandingkan dengan orang lain.
Setelah tamat kuliah dan bekerja aku sudah lama meninggalkan tennis karena tak lagi tinggal di rumah itu lagi dan akau tak mendapatkan tempat untuk bermain tennis. Tahun 2017 ketika aku pindah bekerja di SMAN 3 Medan ternyata sekolah itu memiliki lapangan tennis dan aku diajak untuk bermain tennis kembali oleh teman yang biasa bermain di sana. Syahwat tennisku kembali muncul dan aku sudah mampu untuk membeli deket sendiri. Akupun mulai kembali bermain tennis rutin kadang sekali seminggu kadang dia kali seminggu. Namanya skill tidak akan pernah hilang hanya perlu dilatih. Aku semakin menyukai olahraga ini. Ditambah lagi dengan seringnya aku menonton Pertandingan-pertandingan kelas dunia lewat youtube dengan pemain-pemain yang keren dan gaya bermainnya yang asik di tonton membuatku semakin jatuh hati dengan olahraga ini.

Sampai sekarang saat dimana tulisan ini diketik, aku masih sering bermain tennis dan bergabung dengan klub tennis pora-pora Sumut. Sayang umurku tak muda lagi sehingga staminaku tentu sangat terbatas dan tidak berpeluang lagi untuk ikut pada kejuaraan-preatasi di dunia tennis. Begitupun tennis masih menjadi pilihan olahraga yang aku sukai sampai saat ini.
Salam Olahraga.
Wassalamu'alaikum