
Lembaga pendidikan secara umum diartikan sebagai tempat dimana orang-orang mendapatkan pendidikan. Salah satu contoh lembaga pendidikan formal adalah sekolah, baik itu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA) dan lain sebagainya. Sekolah sebagai sebuah tempat mencari ilmu tentu diisi dengan orang-orang yang berkegiatan seputar pendidikan atau yang mendukung terhadap terlaksananya proses pendidikan dengan baik. Misalnya, sekolah memiliki siswa sebagai orang yang sedang ingin menggali ilmu pengetahuan, guru sebagai orang yang akan mentransfer ilmu pengetahuan, pelayan sekolah sebagai orang yang membantu agar proses berkegitan sekolah itu dapat berjalan dengan lancar, tukang taman atau kebun, mejaga agar tampilan sekolah tetap terlihat indah dan merangsang semangat belajar para siswa karena mereka berada di tempat yang indah, petugas kebersihan, menjaga agar sekolah tersebut tetap bersih dan mendorong kenyamanan bagi warga sekolah untuk tetap semangat bekerja. Semuanya itu merupakan unsur-unsur yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah lembaga pendidikan.
Ada hal lain yang perlu kita juga soroti, yaitu bagaimana karakater atau sifat orang-orang yang melaksanakan proses pendidikan tersebut? Idealnya seorang guru atau orang yang tugasnya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa tidak juga melupakan bahwa selain mengajar mereka juga mendidik. Dalam hal ini saya membedakan "mengajar" dan "mendidik". Kalau mengajar cenderung pada persoalan bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, artinya cenderung bersifat kognitif. Sedangkan mendidik, cenderung pada persoalan bagaimana menjadikan siswa itu memiliki akhlak atau adab yang baik sebagai seorang manusia. Tidak hanya pada perilaku yang tampak di depan mata orang lain, tetapi juga bagaimana menjadilan siswa tersebut memiliki sifat atau karakter yang baik pula, karena bisa saja apa yang tertampilkan tidak sama dengan bagaimana sifat aslinya.

Seorang pendidik, idelanya juga memiliki sifat yang baik yang bisa ditularkan kepada siswa-siswa yang ingin menjadi baik. Bagaimana mungkin terlahir siswa yang baik dari seorang guru yang tidak baik. Guru memang seorang manusia yang memiliki hawa nafsu dan keinginan layaknya manusia yang lain. Tetapi kadang identitas guru yang disandangnya dapat dikesampingkan dan menjelma menjadi manusia yang haus akan kepuasan-kepuasan pribadi yang kesenangan/keuntungan pribadi. Bentuknya bisa macam-macam, menjadi seorang penindas, menjadi seorang koruptor, menjadi "Don Juan de Marco", menjadi seorang yang bermuka dua, berkarakter ganda dan lain sebagainya. Bisa jadi kan? Tapi itulah manusia, walau apapun statusnya. Memang Peran sangat ditentukan oleh status sosialnya. Tetapi tidak selamanya status menentukan perannya. Bisa jadi status yang disandangnya tidak sesuai dengan peran yang dijalankannya. Lingkungan menjadi salah satu faktor yang menyebabkannya. Lingkungan dimana seseorang paling sering bersosialisasi disitulah lingkungan yang akan dominan membentuk keperibadiannya, siapapun dia. Dalam terminologi sosiologi ini disebut dengan sub kebudayaan menyimpang, dimana seseorang yang melakukan penyimpangan disebabkan oleh kelompok dimana ia bergaul sehingga kelompok itulah yang menularkan perilaku menyimpang. Terlepas dari usia, semua manusia berpotensi melakukan penyimpangan dan terpengaruh dengan lingkungan dimana ia bersosialisasi.
Seorang guru, sebagai orang yang di mata masyarakat sebagai insan yang baik dan menjadi contoh bagi generasi-genarasi penerus bangsa, ternyata juga mampu menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya. Berbagai kasus di media-media sosial menceritakan bagaimana seorang guru melakukan pelecehan seks terhadap siswanya, menghajar siswanya sampai babak belur, menzholimi teman seprofesinya atau berkelahi sesama guru, merasa paling suci dari orang lain, menunjukkan kelebihannya karena ingin dipuji, dan memamerkan apa yang dia punya hanya untuk mengatakan bahwa ia hebat, walau sesungguhnya buat saya justru orang seperti ini tidak hebat. Kekayaan adalah sesuatu yang menakutkan. Ketika seseorang masih menunjuk-nunjukkan kepada orang lain bahwa ia kaya, sesungguhnya ia belum kaya. Itu sok tau saya sih...Semua sifat dan perilaku di atas menunjukkan bahwa itulah guru sebagai manusia dengan segala ketidaksempurnaannya. Hanya saja ketika seseorang memilih menjadi seorang guru, hendaknya ia mampu menjalankan peran idelanya sebagai guru, dan siap menjadi guru dengan segala konsekwensi yang bakal muncul dari statusnya itu. Bukan menjadi pengusaha di bidang ekonomi, menjadi koruptor laten, menjadi preman, menjadi media untuk membangunkan para pemfitnah dan lain sebagainya.
Seorang guru, yang berada di sebuah lingkungan pendidikan hendaknya juga mampu mendidik baik secara moral dan intelektual. Sangat disayangkan jika ternyata para siswa berada pada sebuah lembaga pendidikan yang kenyataannya tidak mendidik. Siapa yang akan menjadikan semua itu terjadi kalau bukan semua warga sekolah atau semua warga yang berada dalam lembaga pendidikan tersebut. Kebenaran tetap kebenaran. Kebenaran bukanlah seperti sebuah benda yang bisa dilemparkan ke atas sehingga semua orang dapat melihatnya. Oleh karena itu, kebenaran di mata manusia sangat tergantung pada kekuasaan. Wah....ceritaku kok jadi ngalur ngidul ya....Ah sudahlah...namanya juga menulis. Katanya menulislah, maka ide akan muncul, jangan nunggu ada ide baru mau menulis. Kamu setuju gak guys? Maafkan untuk khayalan yang tertuliskan ini. Kepada Allah swt saya mohon ampun, kepada semua pembaca saya mohon maaf....
Semoga ada manfaatnya....see u
ADS HERE !!!