Sebut saja Darsih, seorang anak SMA yang bersekolah di sebuah sekolah ternama karena prestasinya di SMP yang membuat ia bisa mendapatkan beasiswa masuk ke SMA ternama. Wajahnya yang manis membuat ia sering diganggu-ganggu oleh teman laki-laki SMA nya. Tapi yang tidak bisa dipungkiri, bahwa Darsih adalah anak dari seorang yang berekonomi lemah atau kelas sosial bawah. Hal itu juga terlihat dari keseharian Darsih di sekolah yang jarang jajan ke kantin dan hanya membaca buku di kelas jika waktu istirahat tiba. Ia hanya mempersiapkan air minum di tasnya kalau-kalau ia haus. Kalau harus membeli minum di kantin itu akan menambah pengeluarannya selama di sekolah.
foto ini hanya ilustrasi
Darsih selalu belajar dengan giat karena ia tau bahwa orang tuanya susah dan ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatannya untuk bersekolah. Hal itulah yang membuatnya selalu menjadi rangking satu di kelasnya. Tidak hanya pintar di sekolah, akhlaknya juga bagus, dan itu membuatnya disenangi oleh guru dan beberapa teman-temannya. Tetapi tetap saja ada yang tidak suka pada Darsih. Beberapa teman sekolah Darsih yang wanita ternyata ada yang tidak suka padanya, bukan karena ia pintar dan nakal, tetapi karena teman laki-laki mereka sering mencandai Darsih dan seolah beberapa wanita yang tidak suka pada Darsih tadi seolah merasa tidak dianggap. Biasalah, namanya anak-anak remaja, persoalan seperti itu memang tidak jarang terjadi pada mereka. Apalagi sekolah Darsih adalah sekolah ternama yang dipenuhi oleh anak-anak yang orang tuanya berekonomi kelas atas, tentunya memiliki perbedaan kebiasaan dengan Darsih yang berasal dari kalangan kelas bawah.
Suatu hari setelah bel sekolah berbunyi sebagai pertanda bahwa sekolah sudah selesai dan semua siswa sudah boleh pulang, Darsihpun bersiap-siap dan memasukkan bukunya ke dalam tas untuk segera pulang. Begitu Darsih keluar dari pintu kelas, 3 orang teman wanitanya memanggilanya. "Hei Darsih, sini kamu". Ada apa, jawab Darsih. Intan seorang teman wanitanya itu menarik tangan Darsih agak keras ke sebuah tempat yang agak sunyi di sekitar salah satu sisi sekolah. Darsih berfirasat ada sesuatu yang tidak baik, walau ia merasa bahwa ia tidak pernah melakukan kejahatan kepada teman-temannya. Setelah sampai di tempat yang mereka tuju, seorang temannya berkata, "Hei Darsih, kamu itu jangan sok cantik, jangan sok kepedean, jangan bangga kali dengan rangking kamu". Darsih menjawab "enggak kok, saya gak seperti yang kalian katakan itu, saya biasa aja kok. Tapi kalaupun tingkah saya ada yang salah dan menyakitkan hati kalian, saya minta maaf ya". Intan, salah seorang teman wanitanya itu mendorong kepala Darsih sambil berkata " gak usah sok wibawa la kamu, kamu kira Dika mau sama kamu? Jangan kamu kira kalau Dika sering iseng dan mencandai kamu, dia suka sama kamu? Nyadar napa sih kamu..." Iya, nyadar napa sih kamu, timpal temannya yang lain. Saya gak pernah suka sama Dika kok, dan gak pernah sok cantik di depan yang lain. Saya sadar kok, saya orang miskin, jelek, saya hanya bersukur bisa sekolah di sekolah ini dan gak mau mengecewakan orang tua saya, cuma itu tujuan saya di sini, tidak yang lain, jawab Darsih. Helleh...kalau di depan kami sok bersih kamu....Eh! Ingat ya, sekali lagi kamu aku lihat sok cantik di depan Dika dan yang lain, kami habisi kamu. (Merekapun pergi meninggalkan Darsih, dan Darsih menitiskan airmatanya sambil berfikir mengapa jadi seperti ini).

Keesokan harinya, Darsih lebih hati-hati dan tidak begitu merespon kalaupun Dika atau teman laki-laki yang lainnya mengajak Darsih bercerita atau bercanda. Darsih hanya fokus pada pelajaran di sekolah dan menjadi cenderung menyendiri. Tapi seorang teman wanitanya yang faham situasi Darsih selalu menemani Darsih dan terkadang membawa jajanan untuk Darsih ketika sedang istirahat. Temannya itu sering memberi nasihat dan masukan kepada Darsih bagaimana bergaul dan bersikap dengan orang-orang di sekolah itu, karena ia tau Darsih tidak terbiasa dengan gaya dan kebiasaan siswa-siswa di sekolah mereka. Wajar saja situasi keluarga Darsih sangat berbeda dengan teman-temannya. Singkat cerita, Ujian Akhir Sekolahpun selesai, dan mereka akan segera tamat dari sekolah itu. Darsih menjadi siswa dengan dengan nilai ujian tertinggi di sekolahnya dan ia diterima menjadi siswa yang lulus tes masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes. Selain itu Darsih juga mendapatkan beasiswa masuk perguruan tinggi. Tekad belajar Darsih membuat ia memilih untuk terus menlanjutkan pendidikannya dengan segala kekurangan keluarganya. Ayah Darsih berjanji akan dengan sekuat tenaga membantu Darsih menyelesaikan kuliahnya, walau harus bersakit-sakit demi Darsih.
Tanpa disangka-sangka Darsih terkejut ketika ia berjalan pulang dari kampusnya, seseorang memanggilnya dari belakang, "Darsih..". Darsih seperti mengenal suara itu sambil mengingat-ingat suara siapa itu. Lalu ia teringat dan membayangkan suara itu seperti suara Dika, teman SMA nya dahulu. Darsih segera menolehkan kepalanya ke belakang...dan benar, suara itu adalah suara Dika yang ternyata juga kuliah di tempat yang sama dengan Darsih. Dika menghampiri Darsih dan mengajak Darsih bercerita-cerita. Namanya teman lama, Darsihpun mengiyakannya. Mereka ngobrol panjang lebar, sampai menyentuh cerita Intan teman SMA mereka dulu. Dika mengatakan bahwa Intan saat ini sudah pergi ke luar kota karena papanya pindah tugas dan Dika juga mengatakan bahwa ia dan Intan tidak ada apa-apa waktu di SMA. Ternyata Darsih dan Intan kuliah di Fakultas yang bersebelahan. Hal itu membuat Dika selalu mengajak Darsih untuk pulang bersama, sampai akhirnya suatu saat Dika berterus terang kepada Darsih bahwa sebenarnya mulai dari SMA ia telah jatuh hati pada Darsih. Dika suka dengan keperibadian Darsih, keuletan belajar Darsih, sifat Darsih dan segala hal tentang Darsih. Dika mengatakan bahwa ia ingin bersama-sama dengan Darsih menjalani kehidupan panjang mereka ke depan bersama-sama di bawah satu atap, mengarungi dunia dengan segala dinamikanya, kesedihan, kebahagian dan segala rasa ingin di jalani bersama-sama. Tetapi Darsih mengatakan bahwa ia tidak pantas buat Dika. Darsih mengatakan bahwa orang tuanya adalah orang miskin, rumah mereka jelek sekali, Dika bisa illfeel jika melihat rumahnya dan kedua orang tuanya. Sementara Dika adalah anak orang berada dengan ekonomi keluarga orang tuanya yang cukup mapan. Tapi Dika mengatakan bahwa "Cinta tidak ada hubungannya dengan itu semua, cinta adalah soal hatiku dan hatimu, kalau hati itu sudah menyatu, maka semua bisa diperbaiki bersama-sama". Darsih terdiam dan matanya berkaca-kaca mendengar jawaban Dika. Hey!! Ayok pulang, kejut Dika pada Darsih. Darsih tersenyum dan mereka pulang bersama.
Singkat cerita, merekapun tamat kuliah dan dasar mereka memang anak yang rajin belajar dan fokus pada tujuan utamanya, maka merekapun mendapatkan pekerjaan yang bagus dan penghasilan yang bagus pula. Darsih memutuskan untuk bekerja agar bisa membantu orang tuanya, memperbaiki rumah dan membuatkan orang tuanya usaha-usaha dagang untuk menggantikan pekerjaan orang tuanya yang selama ini. Dan akhirnya setelah setahun mereka menjalani pekerjaan masing-masing Dikapun memboyong orang tuanya ke rumah orang tua Darsih untuk melamar Darsih. Selanjutnya terserah anda...
Foto ini hanya ilustrasi
ADS HERE !!!