Berbicara tentang diferensiasi sosial sebagian besar masyarakat sudah mengetahui apa itu diferensiasi sosial. Menurut Soerjono Soekanto (2013), diferensiasi sosial mengacu pada klasifikasi terhadap perbedaan-perbedaan yang biasanya sama. Sedangkan menurut Nasikun (dalam Narwoko, 2010) diferensiasi sosial sebagai kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku, bangsa, agama, profesi, ras, adat dan kedaerahan. Dalam hal ini, adanya perbedaan tidak mengakibatkan tinggi atau rendahnya posisi (status) seseorang, tetapi hanya menggambarkan keberagaman corak pada suatu masyarakat tertentu.
Dari pengertian kedua ahli di atas dapatlah kita menyimpulkan bahwa dalam diferensiasi sosial tidak terdapat tingkatan atau ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Sebagai contoh diferensiasi sosial itu adalah suku atau agama. Tidak ada satu suku/budaya yang lebih tinggi derajatnya daripada suku/budaya yang lain, dalam istilah antropologi disebut dengan etnosentrisme. Begitu juga dengan agama. Tidak ada dalam konteks bermasyarakat satu agama yang lebih tinggi atau lebih hebat dari agama yang lain. Pemahaman tentang diferensiasi ini sangatlah penting tertanam dalam kepala setiap masyarakat di dunia pada umumnya, terkhusus di Indonesia.
Pentingnya pengetahuan diferensiasi sosial ini sama dengan pentingnya pengetahuan tentang masyarakat multikultur atau masyarakat majemuk, dimana dalam konteks masyarakat multikultur itu ditanamkan kesadaran masyarakat akan kemajemukan masyarakat indonesia. Dengan demikian akan muncul sikap toleransi dan saling menghargai kepada masyarakat yang berbeda keyakinan dengan kita atau berbeda suku/budaya dengan kita. Dengan tertanamnya kesadaran multikultur itu maka kemungkinan akan tercipta sebuah suasana harmoni di dalam perbedaan.
Tetapi jika kita mau kembali melihat beberapa fenomena sosial yang di Indonesia ini, tampaknya cukup juga untuk mengatakan bahwa ternyata kesadaran akan perbedaan itu tidak hidup sepenuhnya di dalam kepala dan hati seluruh masyarakat Indonesia. Belakangan kita melihat beberapa kasus pelecehan agama yang cukup ekstrim dilakukan oleh anggota masyarakat Indonesia. Pemeluk agama yang satu melecehkan agama yang lain, bahkan terkadang pemeluk agama tertentu melecehkan agamanya sendiri. Tetap saja terjadi. Hal itu menurut saya salah satunya adalah karena adanya rasa bahwa keyakinannya dianggap lebih baik dari keyakinan orang lain dan tidak bisa berbesar hati dengan apa yang diyakini dan dilakukan orang yang berbeda keyakinan dengannya. Kalau dalam konteks beragama, ,memang kita harus merasa bahwa apa yang kita yakini itu adalah yang paling benar dan kita ta'ati. Tetapi sebagai pemeluk agama yang baik seharusnya seseorang akan lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Kita semua tentu sepakat bahwa semua ajaran agama selalu mengajarkan tentang kebaikan dan toleransi. Maka dalam konteks bermasyarakat ikutilah ajaran agama yang mengajarkan bagaimana bermasyarakat dengan baik. Jangan masuk ke wilayah orang lain dan mengintervensi (ikut campur ) dengan ajaran orang lain. Hal-hal seperti inilah yang berpotensi menciptakan konflik-konflik di masyarakat yang berujung pada ketidakharmonisan masyarakat.
Mari kita lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada. Mari kita hargai setiap agama, suku atau budaya yang ada di Indonesia ini sebagai sebuah kekayaan dan potensi bangsa Indonesia dalam membuat perubahan dan pembangunan. Jangan berfikir terbalik, perbedaan-perbedaan yang ada malah dianggap sebuah ancaman dalam keharmonisan masyarakat.
Bagaimana menurut kalian?
Semoga tulisan ini bermanfaat ya guys....
ADS HERE !!!